Minggu, 22 Juni 2014

Bukan Sekadar Jurnalis Kampus

Logo portal berita online Pers Mahasiswa SUARA USU
Suasana kampus Universitas Sumatera Utara (USU) ketika malam hari memang tidak seramai pagi atau siang. Tidak ada yang menyangka bila malam yang hening itu ada aktivitas mulia di sudut kampus yang terletak di kawasan Padang Bulan Medan itu.

Ruangan sederhana beralaskan lantai biasa itu menjadi tempat sekelompok mahasiswa dan mahasiswi USU untuk membahas wacana-wacana aktual kampus. Setiap malam mereka berkumpul, berbagi informasi dan diskusi segala hal yang dianggap penting. Begitulah suasana yang tergambar di sekretariat Pers Mahasiswa Suara USU.

Puluhan mahasiswa sambil duduk di lantai membahas berbagai topik yang akan proyeksikan menjadi berita yang akan dikonsumsi publik. Laiknya redaksi di perusahaan media profesional, pembagian manajemen kerja pun diatur jelas. Ada yang bertugas sebagai pemimpin umum, pemimpin redaksi, reporter, sirkulasi hingga bagian pemasaran.

Semuanya dirangkai terstruktur guna menjadikan wadah pers mahasiswa ini sebagai tempat belajar jurnalistik, yang nantinya memperjuangkan aspirasi mahasiswa USU. Sejak berdiri 1 Juli 1995, Suara USU mengalami perkembangan signifikan sebagai satu-satunya lembaga pers mahasiswa di USU. Meskipun pendanaanya masih berada di bawah naungan rektorat USU sendiri.

Semangat jurnalismenya juga tidak selalu mulus karena harus berhadapan sengit dengan pihak Rektorat dan juga mahasiswa sendiri. Salah satu contoh ketika peristiwa pembredelan Suara USU oleh oknum tertentu akibat tersinggung dengan pemberitaan mereka pada tahun 2004 silam. Begitu juga dengan pihak rektorat yang merasa gerah dikritik pedas akibat terbukanya kebobrokan sistem pendidikan, keuangan dan lain-lain yang mereka anut saat itu.

Namun, semua pengalaman mereka yang ditorehkan ke karya jurnalistik terus lahir dari generasi ke generasi. Membentuk jurnalis profesional yang saat ini alumninya banyak berkiprah media besar di Indonesia. Pemimpin Redaksi (Pemred) Suara USU Aulia Adam saat ditemui di sekretariat Suara USU belum lama ini menceritakan suka dukanya saat menjalani aktivitas jurnalisme kampus.

Mulai dari mahasiswa yang kurang koperartif dengan kondisi kampus hingga pihak rektorat dan juga dekanat yang sulit ditemui. Hingga menutup keran informasi bagi penugasan peliputan. “Karakternya di USU yang seperti ini. Kalau beritanya bagus seputar prestasi, mereka menyambutnya hangat. Tapi begitu ada berita kritikan, banyak yang mengelak, meskipun sudah kita bawa kartu pers dan surat penugasan,” kata Adam.

Kendati demikian, hal tersebut bukan menjadi alasan seorang jurnalis kampus tidak dapat memperloleh informasi. Sebab mereka yang di lapangan pun dibekali oleh strategi jurnalis agar perlahan narasumber nyaman untuk memberikan keterangan. Adam menjelaskan, Suara USU sendiri menghasilkan karya jurnalis dalam bentuk tabloid, majalah, portal media online serta koran dinding yang ditempel di setiap fakultas.

Untuk tabloid sendiri terbit setahun lima kali, majalah satu kali setahun. “Tabloid Suara USU sudah edisi 95. Majalah sudah 6 edisi, sementara portal media online dan koran dinding hampir setiap harinya selalu ada,” ucap mahasiswa Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) USU ini.

Untuk tabloid sendiri dicetak sekali terbit sebanyak 1.500 eksemplar seharga Rp3.000. Sedangkan untuk majalah Rp10.000. Adam menyebutkan, penguatan para anggota sesuai bidangnya turut diperkuat. Di antaranya memberlakukan sanksi peringatan kepada setiap anggota yang tidak datang rapat selama dua kali berturut. Begitu juga dengan pengerjaan tugas diberikan waktu deadline agar proses karya jurnalistik dapat tepat waktu dan disiplin.

Untuk masa persiapan dari rapat proyeksi hingga penerbitan tabloid Suara USU membutuhkan waktu selama satu bulan. “Prosesnya memang tidak cepat. Seminggu anggota wajib rapat dua kali hingga larut malam. Repoter meliput di lapangan serta redaktur mengedit tulisan masuk hingga layak dimuat di tabloid. Begitu juga dengan bidang-bidang yang lain saling terkait, jadi butuh anggota yang loyalitas hingga sampai tiga tahun masa baktinya, baru dikatakan alumni Suara USU,” kata Adam sembari menyebutkan anggota Suara USU saat ini berjumlah 32 mahasiswa dari berbagai fakultas di USU.

Dia menegaskan bahwa bergabung di Suara USU bukanlah mencari keuntungan dengan penjualan tabloid atau majalah, melainkan sebagai tempat belajar jurnalistik. Adapun yang menjadi kendala selama ini di antaranya pembagian waktu antara berorganisasi Suara USU dengan kuliah di kampus. “Diakui memang membagi waktu antara kuliah dengan Suara USU agak sulit. Tapi dengan kesadaran sendiri, perlahan lahan dapat diatasi, yang penting masing-masing anggota punya tanggung jawab,” ungkapnya.

Selain paham akan tanggung jawabnya sendiri, anggota Suara USU juga dilatih untuk mampu menyusun kepanitiaan. Salah satunya menyelenggarakan even Salam Ulos yang setiap tahunnya digelar dengan mengundang lembaga pers mahasiswa se- Indonesia. Dia pun berharap ke depan Suara USU lebih eksis menghadirkan berita yang berkualitas bagi masyarakat khususnya bagi civitas akademika USU.

“Suara USU telah berdiri selama 18 tahun. Besar harapan saya Suara USU terus mengarah ke kinerja jurnalistik yang lebih profesional,” harapnya. Salah seorang reporter Suara USU Tantry Ika Adriati mengaku mengemban tugas jurnalistik membuat dirinya lebih percaya berjumpa dengan pejabat rektorat atau dekanat dibanding dengan mahasiswa lainnya.

“Enaknya kita bisa sesering mungkin ketemu sama rektor atau dekan. Berdiskusi panjang. Kita gak segan ke fakultas yang berbeda, jadi gak segan lah sama mahasiswa yang lain,” kata mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) USU ini. Dia mengajak, mahasiswa yang lainnya untuk bergabung dengan Suara USU agar kehidupan kampus tidak hanya diisi dengan perkuliahan di dalam kelas. Namun juga kegiatan lapangan yang berbeda dari disiplin ilmu yang selama ini ditempuh.

“Salah satu yang paling saya suka jika tulisan kita dibaca banyak orang. Apalagi jika tulisan kita ditindaklanjti pihak rektorat. Misalnya mengenai fasilitas kampus, itu baru menarik. Jadi tugas saya bukan hanya jurnalis kampus, tapi turut memperjuangkan kepentingan mahasiswa,” pungkasnya. (RHOLAND MUARY Medan)

dikutip dari: http://www.koran-sindo.com/node/369724

Geliat Pers Mahasiswa

Apa jadinya jika mahasiswa mengelola lembaga pers di kampusnya sendiri. Tentu akan dipenuhi dengan ideide baru yang menantang di tengah idealisme yang masih menggelora. Melabrak semua yang dirasa tak pantas, mengkritik semua yang dianggap tak bijak.

Jika sebagian mahasiswa menyampaikan aspirasinya dengan unjuk rasa dan berdemonstrasi ke jalan , mereka cukup dengan menulis. Meski sifatnya sama-sama menyampaikan aspirasi, efektivitasnya tentu jauh berbeda. Karena tak jarang tulisan lebih mengena ke ulu hati dibanding orasi berkoar-koar dari seorang demonstran ulung.
 
Logo Pers Mahasiswa SUARA USU

Universitas Sumatera Utara (USU) punya Suara USU yang telah menjelma menjadi lembaga pers mahasiswa sejak 1995 silam. Eksistensinya cukup terasa di kalangan kampus. Kritik dan tulisan-tulisan inspirasionalnya kerap ditunggu. Rasa bangga muncul jika sudah berstatus anggota. Tapi, tak jarang pula mereka harus khawatir dengan tulisan yang diterbitkan.

Apalagi jika sudah menyangkut kebijakan pihak rektorat di USU. Pemimpin Umum Suara USU Gio Ovanny Pratama menyebutkan, lembaga mereka sudah menjelma sebagai wadah penyaluran aspirasi kampus. Tidak hanya suara mahasiswa yang mereka elaborasi, termasuk juga suara semua kalangan civitas akademika baik itu dosen, pegawai hingga pejabat di USU tak luput jadi sorotan.

Setiap tulisan yang dihasilkan dan diterbitkan bukannya tanpa risiko. Kesalahan redaksional, protes dari narasumber tetap menjadi bagian yang harus dihadapi. Hak jawab pun wajib diberikan jika memang ada yang keberatan. Yang sedikit bikin pusing, kalau tulisan menyentil kebijakan pejabat kampus. Siapsiap beberapa hari kemudian mendapatkan panggilan dari Pembantu Rektor (PR) III Bidang Kemahasiswaan.

Hal seperti itu wajib dihadapi. Tak jarang mendapat dampratan apabila tulisan dianggap tajam. Bahkan pada 2012, SK Kepengurusan mereka sempat tertahan karena dituding selama 2011 kerap mengeluarkan tulisan yang menyudutkan Rektorat USU. “Kadang dianggap tulisantulisan kami selalu mengangkat yang jelek-jelek saja. Padahal, itu hanya aspirasi dan kritik yang perlu disampaikan,” kata mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Angkatan 2011 itu.

Suara USU menurutnya tidak melulu menuliskan berita yang menyudutkan USU. Justru dalam porsi pemberitaan mereka lebih banyak menulis hal yang inspirasional dan kegiatan yang sifatnya positif. Tak jarang pula mengangkat kisah sukses dan prestasi yang diraih mahasiswa dan dosen yang membawa harum nama USU. “Mungkin yang dibaca hanya yang jelek-jeleknya aja,” ujar Gio tersenyum.

Begitupun mereka tetap memberikan penjelasan terkait isi tulisan yang dianggap mengkritik dengan pedas. Setelah dijelaskan biasanya dapat diterima dengan baik. Adakalanya pula diminta untuk lebih melakukan crosscheck dengan baik terhadap data dan fakta yang ada. Secara umum hubungan mereka dengan pihak kampus terjaga dengan baik.

Gio menyebutkan, sempat terpikir Suara USU dibuat mandiri dan lepas dari kampus. Selama ini, mereka masih mendapatkan subsidi dari USU untuk biaya cetak. Sehingga wajar jika dalam beberapa hal tidak bisa terlalu bebas dalam menyampaikan aspirasi dengan tulisan. “Untuk saat sekarang masih sulit bagi kami untuk mandiri karena sudah kami coba ternyata sulit mencari yang mau beriklan di koran kampus. Tapi suatu saat akan kami lakukan,” ujar Gio.

Pemimpin Umum Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Teropong Mara Fenji Lubis menyebutkan, sebagai bagian dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) mereka juga masih mendapatkan subsidi untuk biaya cetak majalah. Sehingga khusus untuk edisi yang terbit dua kali setahun tersebut isinya tidak bisa menampilkan kritikan pedas terkait kondisi kampus.

Karena sebelum naik cetak selalu dicek ulang oleh pihak rektorat. Untuk menyiasati agar berita mereka tidak diintervensi, maka Teropong mencetak newsletterdan membuka portal online. Semua berita yang dianggap sensitif bisa dengan bebas mereka tayangkan tanpa harus khawatir terkena sensor. Saat ditanya apakah sering mendapat panggilan atau protes terkait pemberitaan yang terbit di newsletter dan online, Fenji tak menampiknya.

 Paling sering justru terjadi jika menyangkut masalah yang melibatkan petinggi di UMSU. Mereka sering dianggap tidak berimbang dalam memberitakan kasus yang menyangkut petinggi kampus. Namun menurutnya itu tidak benar. Karena yang terjadi justru ketika pihaknya ingin mengkonfirmasi tapi tidak mendapatkan akses wawancara. “Sering dibilang tidak berimbang oleh pihak rektor. Tapi di sisi lain justru mereka tidak bersedia dikonfirmasi,” ungkap Fenji.

Begitu pun sejauh ini mereka tidak pernah mendapatkan ancaman atau peringatan akademik terkait pemberitaan-pemberitaan yang dibuat. Karena meski hanya sebagai jurnalis kampus, Teropong tetap menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Setiap pemberitaan wajib berdasarkan fakta dan bukti dokumen. Agar jika sewaktu- waktu ada yang keberatan, mereka bisa mempertanggung jawabkannya. 
Aktivitas pers mahasiswa Suara USU ketika menggelar rapat proyeksi pemberitaan di kantor mereka di Kampus USU Padang Bulan, Medan beberapa waktu lalu. Hingga kini lembaga pers mahasiswa ini terus eksis menghasilkan karya jurnalistiknya.

Pembantu Rektor III USU Raja Bongsu Hutagalung mengakui terkadang tulisan-tulisan yang keluar dari Suara USU terlalu pedas mengkritik dan cenderung mengangkat kekurangan yang ada di USU. Biasanya dia langsung memanggil pengurusnya untuk diajak berdialog.

“Saya biasanya manggil, nasehati dan ajak dialog. Karena kan tidak harus berita-berita jelek saja yang ditampilin, masih banyak yang lain lebih layak. Saya juga kasih pengertian karena saya juga kan harus ikut perjuangkan kepentingan mereka di USU,” kata Raja Bongsu.

Begitu pun, pihaknya memandang penting kehadiran UKM Suara USU. Karena melalui lembaga tersebut diharapkan muncul jurnalis-jurnalis andal yang siap pakai di dunia kerja. Suara USU adalah tempat para mahasiswa dilatih untuk menjadi wartawan yang punya jiwa intelektual tinggi.

Yang terpenting baginya, Suara USU tetap menjalin komunikasi yang baik dengan pihak rektorat. Lebih banyak menampilkan sisi positif serta prestasi-prestasi mahasiswa yang selama ini diraih. Karena tulisan-tulisan menginspirasi dapat meningkatkan kepercayaan diri mahasiswa USU. (m rinaldi khair)


Dikutip dari: http://www.koran-sindo.com/node/369725

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com