Kamis, 17 Maret 2016

Gita Adinda Nasution, Sang Penemu Kolagit, Herbal dan Kepedulian pada Masyarakat

“Saya selalu merasa sedih dan bersalah ketika pergi ke luar kota untuk menghadiri undangan atau pun keperluan lain. Saya sedih, karena untuk sementara waktu saya tidak bisa bertemu dengan pasien yang ingin berkonsultasi dan berobat. Untungnya saya punya tim yang ikut membantu saya untuk mengobati pasien,” –Gita Adinda Nasution-
Saat itu Gita sedang masih duduk di bangku kelas 6 SD. Dokter menyatakan bahwa ayahnya menderita diabetes. Ia merasa sedih melihat keadaan ayahnya saat itu. Bisa dibilang kesehatan ayahnya menurun drastis, untuk berjalan ayahnya harus dibantu dan berpegangan pada dinding, bahkan penglihatan ayahnya pun mulai kabur.
Sejak itu timbul keinginan di hatinya untuk mengembalikan kesehatan ayahnya. Ia mulai bereksperimen dengan obat-obatan herbal. Ia baca semua buku-buku tentang kesehatan dan obat-obatan herbal di perpustakaan sekolahnya. Ia pun mulai coba berbagai macam bahan-bahan alami untuk dijadikan obat seperti buah Mengkudu. Namun di saat ia duduk di bangku kelas tiga SMP barulah eksperimennya mulai menunjukkan hasil.

Saat itu ia mendapatkan ide dari penyembuhan penyakit polio yang bisa disembuhkan dengan vaksin polio. Ia lantas berpikir mungkin saja penyakit diabetes bisa disembuhkan dengan vaksin yang terbuat dari gula. Maka saat itu ia mulai fokus mencoba meramu berbagai bahan yang mengandung glukosa atau gula. Hingga suatu saat ia meracik obat dari tebu. Ramuan ini lah yang kemudian dinamai dengan Kopi Gula Gita atau Kolagit.
Setelah ia coba pada diri sendiri, obat itu ia minumkan pada ayahnya. Usahanya membuahkan hasil, kesehatan ayahnya sedikit demi sedikit mulai mengalami perubahan yang positif. Ayahnya mulai bisa berjalan normal dan tidak memiliki pantangan untuk makan apapun lagi. Puncaknya pada tahun 2012 ayahnya dinyatakan bebas dari penyakit diabetes, gula darah ayahnya mulai normal.
Di tahun yang sama anak ketiga dari empat bersaudara ini diterima sebagai mahasiswi di jurusan Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. Setahun sebelum itu Kolagit hasil temuannya mulai di analisis dan diuji di laboratorium Fakultas Farmasi. Hasil uji kala itu sangat menggembirakan, Kolagit terbukti bisa menyembuhkan penyakit gula darah atau diabetes. Maka sejak saat itu dan sejak kesembuhan ayahnya ia merasa terpanggil untuk mengabdikan ilmu yang ia dapat pada masyarakat luas dengan cara memberikan konsultasi kesehatan dan penjualan kolagit dengan harga yang sangat terjangkau.
Peluang untuk menjual Kolagit terbuka sangat lebar, bahkan ada tawaran untuk berwirausaha dan memasarkan kolagit dalam jumlah besar. Namun tawaran itu tak langsung ia terima, ia lebih memilih mengolah sendiri dan memasarkan kolagit dengan caranya sendiri karena menurutnya kalau nanti kolagitnya mulai laku keras dipasaran maka harga kolagit akan melambung sangat tinggi. Ia takut kalau kolagit tidak bisa dijangkau oleh masyarakat yang berlatar belakang ekonomi menengah ke bawah. Padahal cita-cita terbesarnya saat itu adalah ingin mengabdikan ilmunya pada masyarakat.
“Kami di sini fokusnya gak ke komersil, di sini kami fokusnya gimana caranya pasien sehat. Kalaupun ia tak konsumsi Kolagit, selama ia mau konsumsi herbal dan semangat berobat maka insya Allah kami akan bantu ia untuk konsultasi kesehatan dan konsumsi obat-obatan herbal lainnya,” terang Gita.
Misi lain yang ingin ia capai adalah ia ingin memperbaiki kembali citra herbal sebagai obata-obatan yang jauh lebih aman. Ia ingin agar masyarakat lebih mengenal herbal sebagai obat-obatan dan jauh lebih aman dibanding obat-obatan kimia. Karena ia bilang beberapa waktu lalu sempat ada oknum nakal yang mencampurkan bahan-bahan kimia sintetis pada obat-obatan herbal sehingga timbul keresahan di masyarakat. “Herbal itu insya Allah aman, herbal lah sebenarnya obat terapi bukan obat alternative,” tegasnya.
“Herbal itu multifungsi bukan hanya sebagai obat ia juga berfungsi sebagai suplemen bagi orang-orang yang sehat,” tambahnya.
 Gadis yang sedang disibukkan dengan tugas akhir ini hingga kini masih terus melayani pasien untuk konsultasi seputar kesehatan dan pengobatan diabetes.  Setiap hari mulai dari pukul delapan pagi hingga lima sore dan delapan malam hingga sepuluh malam ia dibantu timnya siap melayani pasien yang ingin berobat atau sekedar berkonsultasi seputar kesehatan. Hal itu ia lakukan karena ia merasa terpanggil untuk mengabdi kepada masyarakat setelah ia berhasil menemukan kolagit yang kemudian ia gunakan untuk mengobati penyakit ayahnya.
Tim yang membantunya ia bentuk pada 2014 lalu. Ia mengaku menerima siapapun yang mau bekerja untuk menjadi timnya tanpa memandang lulusan darimana ia berasal. Gita membentuk tim kerjanya berdasarkan kebutuhan dan tidak membutuhkan ijazah atau pun sertifikat khusus, karena ia ingin memberi kesempatan pada orang-orang yang benar-benar butuh pekerjaan dan memiliki kemauan keras untuk bekerja. “Kita harus beri peluang dan kesempatan pada mereka, kalau memang punya skill kenapa tidak,” terangnya.
Baginya jika setiap orang terus-terusan kasih kesempatan pada orang-orang yang berijazah dan berpendidikan maka mereka yang kurang beruntung mengenyam pendidikan akan mengalami krisis kepercayaan dan berakibat pada semakin tingginya angka penggangguran dan kriminalitas. “Orang terlalu fokus pada ijazah dan sertifikat padahal setiap orang punya skill dan keahlian khusus masing-masing,” ungkapnya.
Namun untuk profesi apoteker menurutnya harus lah berijazah dan bersertifikat karena untuk apoteker memang butuh orang-orang yang benar-benar ahli supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Selain itu ia juga sedang mengurus perizinan dan registrasi kolagit sebagai obat di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Saat ini proses perizinannya sudah masuk tahap pelengkapan berkas-berkas yang diperlukan.
Ia dan timnya juga menerima konsultasi seputar permasalahan kesehatan yang ia terima di rumahnya. Konsultasi yang ia maksud adalah lebih ke pendekatan psikologi, pendekatan secara diskusi dan diagnosa fisik pada pasien. Diagnosa fisik adalah cara untuk mengetahui penyakit seseorang lewat bercerita dan diskusi mengenai keluhan apa yang dirasakan oleh si pasien tersebut. Menurutnya hal ini penting karena yang sakit akan lebih tahu dengan kondisi fisiknya sendiri ketimbang orang lain, dari diskusi dan sharing itu akan muncul kata kunci yang mengarahkan pada apa yang diderita si pasien. “Setahu saya dari dulu sampai sekarang ahli medis selalu mengutamakan komunikasi dan konsultasi,” ungkap Gita.
Sistem seperti itulah yang coba ia dan timnya terapkan untuk mengarahkan dan mengatasi berbagai keluhan yang disampaikan pasien yang datang padanya.
Keluarga dan sahabat menjadi sumber motivasi terbesar bagi dirinya untuk terus berkembang dan mengabdi pada masyarakat. Ia mengaku kenapa ia mau membuka konsultasi kesehatan dan tetap menjaga kolagit agar tetap terjangkau masyarakat adalah untuk orang tuanya dan juga karena kata-kata dari orang tuanya. Orang tuanya selalu mengatakan padanya agar ia menjadi orang yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain.
“Kalau minta sama Allah jangan minta banyak duit, minta untuk dicukupkan aja. Kita boleh minta kaya tapi kaya akan hati bukan kaya dengan sesuatu hal yang terukur, kekayaan adalah perjuangan hati bukan dalam hal materi yang terukur,” katanya menirukan pesan ibunya.
Hal ini itulah yang selalu memotivasinya untuk selalu menjadi pribadi yang berguna bagi masyarakat, di lain sisi ia juga ingin menunjukkan rasa syukur pada Tuhan karena telah diberikan kesembuhan pada ayahnya.
Sahabat dan teman-teman terdekatnya juga memiliki peran yang tidak kalah pentingnya. Ia mengaku sahabat dan teman-temannya selalu dengan senang hati membantunya dalam berbagai hal seperti membantu persiapannya dalam menghadiri pameran dan berbagai kegiatan lainnya. Bukan hanya itu, karena kesibukannya menghadiri undangan dari luar kota ia sering tak bisa hadir diproses perkuliahan dan otomatis ia ketinggalan materi perkuliahan, maka untuk mengejar ketertinggalan tersebut ada saja temannya yang memberikan materi kuliah dan membantunya menyelesaikan tugas-tugas kuliah yang banyak. Ia bersyukur selalu dikelilingi oleh orang-orang yang baik.
Banyak penghargaan yang ia dapatkan dari pemerintah dan organisasi organisasi lainnya. Ia pernah mendapat penghargaan sebagai juara pertama dalam pemuda pelopor berprestasi tingkat nasional pada 2015 lalu oleh Menteri Pemuda dan Olahraga. Lemarinya penuh dengan berbagai piala dan sertifikat penghargaan. Namun penghargaan yang paling berkesan baginya adalah ketika ia mendapatkan kepecayaan dari masyarakat, “Betapa bahagianya ketika kita dipercaya masyarakat untuk mengobati mereka dan nikmatnya sangat berbeda ketimbang mendapatkan penghargaan apapun,” ungkapnya.

Rabu, 16 Maret 2016

Sensasi Ketenangan dari Alaminya Negeri Suah

Hamparan sawah hijau terbentang luas di lembah itu. Di pertengahan sawah tersebut mengalir  sungai yang jernih, saya turun untuk mencoba airnya, ternyata sejuk. Beberapa pohon kelapa berbaris rapi di pematang sawah, dari kejauhan terlihat bukit-bukit yang dengan kokoh mengawal lembah ini dari pengaruh luar.
            
            Dari Sibolangit di Desa Bandar Baru kami berbelok ke arah kiri menelusuri jauh ke dalam pasar yang selalu ramai. Jalanan yang awalnya aspal tiba-tiba berubah menjadi susunan paving block yang cukup rapi. Hingga akhirnya kami menemukan kembali jalanan beraspal namun terdapat tanjakan dan turunan tajam yang diselingi lubang-lubang di sisi kiri-kanan jalan.
            Setelah satu jam lebih berkendara dari Bandar Baru kami belok kanan di sebuah pertigaan dan seketika jalanan yang awalnya beraspal berubah tanah dan kerikil. Namun ada juga jalanan yang disemen membentuk dua jalur yang masing-masing selebar sepeda motor. Dari sini jalanan semakin menanjak, saat itu juga kami harus hati-hati berkendara karena sempitnya jalan dan licin karena saat itu baru saja hujan.
            Semakin jauh kami menemukan beberapa rumah panggung yang masih tradisional. Suasananya juga sepi, tak banyak penduduk yang berada di luar rumah. Ada pun itu hanya beberapa orang yang sudah tua dan anak-anak kecil seumuran sekolah dasar. Kami berhenti di sebuah teras beratap milik sebuah rumah panggung. Pemiliknya mempersilakan kami untuk parkir di sana. Kami putuskan untuk memarkir sepeda motor di sana karena perjalanan berikutnya hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki.
            Setelahnya kami berjalan menyusuri jalan setapak melewati hutan kecil menuruni lereng bukit. Tak jauh kami berjalan, hanya berjarak sekitar tiga ratus meter dari lokasi parkir kami sudah menemukan sebuah air terjun yang menuruni lereng yang landai. Kemiringan lereng tersebut sekilas mirip air terjun Mursala bedanya air terjun ini tidak langsung ke laut, tapi ke sungai. Air terjun tersebut oleh masyarakat sekitar disebut dengan Sempuren Suah atau Air Terjun Suah.
            Sensasi dinginnya air terjun bisa dinikmati jika menuruni terus hingga ke dasar air terjun. Karena lerengnya landai maka airnya jatuh tidak terlalu deras. Dari sini pun mulai terlihat pemandangan lembah yang menghijau karena dipenuhi sawah. Air sungai seakan membagi lembah tersebut menjadi dua sisi. Arus sungainya lumayan deras dan terlihat dalam hingga ke dasar.
 
             Suasananya begitu tenang, alami dan asri. Tidak ada suara hiruk pikuk kendaraan seperti di perkotaan, yang ada hanya suara angin, aliran air sungai dan kicauan burung-burung pemakan biji-bijian. Seolah kami berada di tempat lain, jauh dari teknologi dan modernitas, perbukitan hijau di sekeliling sawah seakan menjaga kealamian Desa Negeri Suah ini. Di sisi sungai yang berbatu kami mulai membuka bekal makan siang dan menikmati makan dengan lahapnya. Sepertinya ada pengaruh keindahan alam dengan nikmatnya santapan makan siang.
            Puas menyusuri sungai dan sawah kami bergerak ke arah hulu sungai. Kami hendak menuju sungai dua rasa, disebut dua rasa karena dalam satu sungai tersebut bertemu  aliran air yang memiliki dua suhu yang berbeda, panas dan dingin. Untuk mencapai sungai itu kami harus memutari lokasi parkir sepeda motor tadi. Perjalanan menuju sungai dua rasa didominasi jalan setapak yang ditumbuhi ilalang-ilalang di sisi kanan-kirinya. Sesekali ada beberapa jalan setapak yang becek.
            Tak sampai setengah jam kami sampai di sungai yang dimaksud. Aliran airnya masih deras namun sudah mulai dangkal, setinggi lutut hingga paha orang dewasa. Namun begitu masih ada beberapa sisi sungai yang dalam. Cukup sulit untuk menjelajah sungai karena jalan setapak di pinggir sungai tidak mengikuti aliran sungai, jika terus diikuti malah masuk ke hutan.
            Suhu air sungai di tempat kami berdiri masih dingin, namun sudah tercium bau belerang. Jika diperhatikan secara seksama kita akan melihat sedikit asap yang mengepul dari sisi sungai yang lain. Kami coba menyebrangi sungai karena air sungai yang bersuhu panas tersebut tidak bisa ditempuh pada sisi yang sama. Semakin dekat dengan sumber asap tersebut semakin jelaslah bahwa asap tersebut berasal dari sebuah kawah kecil, air sungai pun sudah mulai terasa panas. Namun karena arus sungai yang deras dan sungai yang semakin dalam kami hanya bisa memandang dari jauh kawah tersebut.


            Puas bermain air di sungai kami kembali ke lokasi parkir sepeda motor untuk kembali pulang. Suasana tenang, kesejukan dan kenyamanan yang dihadirkan di desa ini membuat siapa saja akan merasa betah untuk berada di Desa Negeri Suah. Apalagi untuk mendapatkan ketenangan tersebut tidak perlu pergi jauh dan mengeluarkan biaya yang banyak. Cukup pergi saja ke Sibolangit dan kunjungi Desa Negeri Suah.   
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com