“Saya
selalu merasa sedih dan bersalah ketika pergi ke luar kota untuk menghadiri
undangan atau pun keperluan lain. Saya sedih, karena untuk sementara waktu saya
tidak bisa bertemu dengan pasien yang ingin berkonsultasi dan berobat. Untungnya
saya punya tim yang ikut membantu saya untuk mengobati pasien,” –Gita Adinda
Nasution-
Saat itu
Gita sedang masih duduk di bangku kelas 6 SD. Dokter menyatakan bahwa ayahnya
menderita diabetes. Ia merasa sedih melihat keadaan ayahnya saat itu. Bisa
dibilang kesehatan ayahnya menurun drastis, untuk berjalan ayahnya harus
dibantu dan berpegangan pada dinding, bahkan penglihatan ayahnya pun mulai
kabur.
Sejak itu
timbul keinginan di hatinya untuk mengembalikan kesehatan ayahnya. Ia mulai
bereksperimen dengan obat-obatan herbal. Ia baca semua buku-buku tentang
kesehatan dan obat-obatan herbal di perpustakaan sekolahnya. Ia pun mulai coba
berbagai macam bahan-bahan alami untuk dijadikan obat seperti buah Mengkudu.
Namun di saat ia duduk di bangku kelas tiga SMP barulah eksperimennya mulai
menunjukkan hasil.
Saat itu ia
mendapatkan ide dari penyembuhan penyakit polio yang bisa disembuhkan dengan
vaksin polio. Ia lantas berpikir mungkin saja penyakit diabetes bisa
disembuhkan dengan vaksin yang terbuat dari gula. Maka saat itu ia mulai fokus
mencoba meramu berbagai bahan yang mengandung glukosa atau gula. Hingga suatu
saat ia meracik obat dari tebu. Ramuan ini lah yang kemudian dinamai dengan
Kopi Gula Gita atau Kolagit.
Setelah ia
coba pada diri sendiri, obat itu ia minumkan pada ayahnya. Usahanya membuahkan
hasil, kesehatan ayahnya sedikit demi sedikit mulai mengalami perubahan yang
positif. Ayahnya mulai bisa berjalan normal dan tidak memiliki pantangan untuk
makan apapun lagi. Puncaknya pada tahun 2012 ayahnya dinyatakan bebas dari
penyakit diabetes, gula darah ayahnya mulai normal.
Di tahun
yang sama anak ketiga dari empat bersaudara ini diterima sebagai mahasiswi di
jurusan Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU. Setahun sebelum itu
Kolagit hasil temuannya mulai di analisis dan diuji di laboratorium Fakultas
Farmasi. Hasil uji kala itu sangat menggembirakan, Kolagit terbukti bisa
menyembuhkan penyakit gula darah atau diabetes. Maka sejak saat itu dan sejak
kesembuhan ayahnya ia merasa terpanggil untuk mengabdikan ilmu yang ia dapat
pada masyarakat luas dengan cara memberikan konsultasi kesehatan dan penjualan
kolagit dengan harga yang sangat terjangkau.
Peluang
untuk menjual Kolagit terbuka sangat lebar, bahkan ada tawaran untuk
berwirausaha dan memasarkan kolagit dalam jumlah besar. Namun tawaran itu tak
langsung ia terima, ia lebih memilih mengolah sendiri dan memasarkan kolagit
dengan caranya sendiri karena menurutnya kalau nanti kolagitnya mulai laku
keras dipasaran maka harga kolagit akan melambung sangat tinggi. Ia takut kalau
kolagit tidak bisa dijangkau oleh masyarakat yang berlatar belakang ekonomi
menengah ke bawah. Padahal cita-cita terbesarnya saat itu adalah ingin
mengabdikan ilmunya pada masyarakat.
“Kami di
sini fokusnya gak ke komersil, di
sini kami fokusnya gimana caranya pasien sehat. Kalaupun ia tak konsumsi
Kolagit, selama ia mau konsumsi herbal dan semangat berobat maka insya Allah kami akan bantu ia untuk
konsultasi kesehatan dan konsumsi obat-obatan herbal lainnya,” terang Gita.
Misi lain
yang ingin ia capai adalah ia ingin memperbaiki kembali citra herbal sebagai
obata-obatan yang jauh lebih aman. Ia ingin agar masyarakat lebih mengenal
herbal sebagai obat-obatan dan jauh lebih aman dibanding obat-obatan kimia.
Karena ia bilang beberapa waktu lalu sempat ada oknum nakal yang mencampurkan
bahan-bahan kimia sintetis pada obat-obatan herbal sehingga timbul keresahan di
masyarakat. “Herbal itu insya Allah
aman, herbal lah sebenarnya obat terapi bukan obat alternative,” tegasnya.
“Herbal itu
multifungsi bukan hanya sebagai obat ia juga berfungsi sebagai suplemen bagi
orang-orang yang sehat,” tambahnya.
Gadis yang sedang disibukkan dengan tugas
akhir ini hingga kini masih terus melayani pasien untuk konsultasi seputar
kesehatan dan pengobatan diabetes.
Setiap hari mulai dari pukul delapan pagi hingga lima sore dan delapan
malam hingga sepuluh malam ia dibantu timnya siap melayani pasien yang ingin
berobat atau sekedar berkonsultasi seputar kesehatan. Hal itu ia lakukan karena
ia merasa terpanggil untuk mengabdi kepada masyarakat setelah ia berhasil
menemukan kolagit yang kemudian ia gunakan untuk mengobati penyakit ayahnya.
Tim yang
membantunya ia bentuk pada 2014 lalu. Ia mengaku menerima siapapun yang mau
bekerja untuk menjadi timnya tanpa memandang lulusan darimana ia berasal. Gita
membentuk tim kerjanya berdasarkan kebutuhan dan tidak membutuhkan ijazah atau
pun sertifikat khusus, karena ia ingin memberi kesempatan pada orang-orang yang
benar-benar butuh pekerjaan dan memiliki kemauan keras untuk bekerja. “Kita
harus beri peluang dan kesempatan pada mereka, kalau memang punya skill kenapa tidak,” terangnya.
Baginya jika
setiap orang terus-terusan kasih kesempatan pada orang-orang yang berijazah dan
berpendidikan maka mereka yang kurang beruntung mengenyam pendidikan akan
mengalami krisis kepercayaan dan berakibat pada semakin tingginya angka penggangguran
dan kriminalitas. “Orang terlalu fokus pada ijazah dan sertifikat padahal
setiap orang punya skill dan keahlian khusus masing-masing,” ungkapnya.
Namun untuk
profesi apoteker menurutnya harus lah berijazah dan bersertifikat karena untuk
apoteker memang butuh orang-orang yang benar-benar ahli supaya tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
Selain itu
ia juga sedang mengurus perizinan dan registrasi kolagit sebagai obat di Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Saat ini proses perizinannya sudah masuk
tahap pelengkapan berkas-berkas yang diperlukan.
Ia dan
timnya juga menerima konsultasi seputar permasalahan kesehatan yang ia terima
di rumahnya. Konsultasi yang ia maksud adalah lebih ke pendekatan psikologi,
pendekatan secara diskusi dan diagnosa fisik pada pasien. Diagnosa fisik adalah
cara untuk mengetahui penyakit seseorang lewat bercerita dan diskusi mengenai
keluhan apa yang dirasakan oleh si pasien tersebut. Menurutnya hal ini penting
karena yang sakit akan lebih tahu dengan kondisi fisiknya sendiri ketimbang
orang lain, dari diskusi dan sharing itu akan muncul kata kunci yang
mengarahkan pada apa yang diderita si pasien. “Setahu saya dari dulu sampai
sekarang ahli medis selalu mengutamakan komunikasi dan konsultasi,” ungkap
Gita.
Sistem
seperti itulah yang coba ia dan timnya terapkan untuk mengarahkan dan mengatasi
berbagai keluhan yang disampaikan pasien yang datang padanya.
Keluarga dan
sahabat menjadi sumber motivasi terbesar bagi dirinya untuk terus berkembang
dan mengabdi pada masyarakat. Ia mengaku kenapa ia mau membuka konsultasi kesehatan
dan tetap menjaga kolagit agar tetap terjangkau masyarakat adalah untuk orang
tuanya dan juga karena kata-kata dari orang tuanya. Orang tuanya selalu mengatakan
padanya agar ia menjadi orang yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain.
“Kalau minta
sama Allah jangan minta banyak duit, minta untuk dicukupkan aja. Kita boleh minta kaya tapi kaya
akan hati bukan kaya dengan sesuatu hal yang terukur, kekayaan adalah
perjuangan hati bukan dalam hal materi yang terukur,” katanya menirukan pesan
ibunya.
Hal ini itulah yang selalu memotivasinya untuk selalu menjadi pribadi yang berguna bagi masyarakat, di lain sisi ia juga ingin menunjukkan rasa syukur pada Tuhan karena telah diberikan kesembuhan pada ayahnya.
Hal ini itulah yang selalu memotivasinya untuk selalu menjadi pribadi yang berguna bagi masyarakat, di lain sisi ia juga ingin menunjukkan rasa syukur pada Tuhan karena telah diberikan kesembuhan pada ayahnya.
Sahabat dan
teman-teman terdekatnya juga memiliki peran yang tidak kalah pentingnya. Ia
mengaku sahabat dan teman-temannya selalu dengan senang hati membantunya dalam
berbagai hal seperti membantu persiapannya dalam menghadiri pameran dan
berbagai kegiatan lainnya. Bukan hanya itu, karena kesibukannya menghadiri
undangan dari luar kota ia sering tak bisa hadir diproses perkuliahan dan otomatis
ia ketinggalan materi perkuliahan, maka untuk mengejar ketertinggalan tersebut
ada saja temannya yang memberikan materi kuliah dan membantunya menyelesaikan
tugas-tugas kuliah yang banyak. Ia bersyukur selalu dikelilingi oleh
orang-orang yang baik.
Banyak
penghargaan yang ia dapatkan dari pemerintah dan organisasi organisasi lainnya.
Ia pernah mendapat penghargaan sebagai juara pertama dalam pemuda pelopor berprestasi
tingkat nasional pada 2015 lalu oleh Menteri Pemuda dan Olahraga. Lemarinya
penuh dengan berbagai piala dan sertifikat penghargaan. Namun penghargaan yang
paling berkesan baginya adalah ketika ia mendapatkan kepecayaan dari
masyarakat, “Betapa bahagianya ketika kita dipercaya masyarakat untuk mengobati
mereka dan nikmatnya sangat berbeda ketimbang mendapatkan penghargaan apapun,”
ungkapnya.