Senin, 24 September 2018

Mau Ngapain ke Lembah Harau?

Hal yang membuat kita kesulitan belajar bahasa Inggris adalah kita tidak pernah membiasakan untuk mendengar dan mengucapkan kosa kata dalam bahasa Inggris sebagaimana kita terbiasa mendengar dan mengucapkan kosa kata dalam bahasa Indonesia.

Minggu enam Agustus lalu saya sudah siapkan semua kebutuhan yang dikira perlu selama tinggal di Harau. Pukul enam sore saya sudah sampai di sebuah sekolah. Terpampang dengan jelas tulisan Harau Valley English School.  Ya, itulah nama sekolah yang saya tuju. Saya juga menemukan tulisan Cafetaria dan langsung berbisik, “Oh ini toh kantinnya.”

Peserta Harau Valley English School Batch IV dan 'Kepsek-nya'

Sekolah yang saya tuju ini adalah sebuah sekolah bimbingan bahasa Inggris intensif di Sarilamak, Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota. Saya mendapatkan informasi tentang sekolah ini dari sebuah broadcast whatsapp di salah satu grup alumni sekolah.   
Pesan itu mempromosikan tentang sebuah sekolah kursus Bahasa Inggris yang berlokasi di Lembah Harau. Lembah Harau adalah salah satu objek wisata terkenal dan menjadi andalan di Provinsi ini. Saya baca pesan tersebut dengan serius dan terbersit keinginan untuk mengikuti program ini. Memang, saya punya rencana untuk mengikuti kursus Bahasa Inggris di Pare, Kediri. Namun belum terealisasi karena sumber daya yang belum memadai.
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa di sekolah itu pesertanya akan belajar bahasa Inggris secara intensif mulai dari dasar. Semua materi meliputi Grammar, Listening dan Speaking akan diajarkan menggunakan metode yang berbeda dari yang pernah dipelajari selama ini. Program belajarnya akan berlangsung selama sebulan penuh dan sekolah tersebut menyediakan fasilitas asrama dan kantin untuk pesertanya. Harga yang ditawarkan pun dapat ditanggulangi penuh dengan sumber daya terbatas yang dimiliki oleh seorang jobseeker seperti saya.
“Kuota untuk bulan ini tinggal tiga aja ya, kak,” bunyi kalimat terakhir pada pesan itu semakin memantapkan langkah saya untuk mengikuti program ini. Setelah ‘merusuhi’ website dan akun instagram-nya serta merasa yakin sudah mendapatkan informasi lengkap saya pun mengisi formulir pendaftaran.
Lagi belajar nih.....

Saya perhatikan bangunan besar bertingkat satu itu memiliki luas lebih dari setengah lapangan bola. Bangunannya dicat oranye dan punya halaman yang luas. Banyak jendela menghiasi dindingnya. Setelah memarkirkan motor, saya langsung memasuki bangunan tersebut.
Saya disambut seorang pemuda tinggi tegap dan murah senyum. Tatapan ramahnya seolah berkata, ”Ada yang bisa dibantu?”
“Permisi, saya mau check-in, bang,” kataku.
Dia langsung mengarahkan saya ke meja dan kursi yang sudah disediakan sembari memperkenalkan dirinya, “Ya, silakan, saya Andri,”
“Saya Gio,” balasku.
“Selamat datang, Gio. Sebentar saya cek dulu berkas pendaftarannya ya,” sambungnya.
Setelah sedikit perkenalan dan basa basi, kami pun menyelesaikan berkas pendaftaran dan membayar tunai sisa biaya sekolah. Andri kemudian menjelaskan sedikit mengenai Harau Valley English School  dan memperkenalkan ruangan-ruangan yang akan dipergunakan selama proses belajar.
Ia jelaskan mana ruang kelas, ruang serbaguna, dan toilet, “Nah yang itu adalah perpustakaan mini bukunya masih sedikit sih,” katanya sambil menunjuk ke arah belakang saya.
Terakhir, Andri membawa saya ke asrama cowok yang masih berada dalam satu bangunan tersebut. “Silakan beristirahat,” ucap Andri.
Saya pun langsung memilih tempat favorit untuk tidur walaupun secara random. Asramanya berada dalam satu ruangan yang cukup besar. Kapasitasnya lebih kurang sepuluh orang, asrama juga dilengkapi dengan locker room sebagai tempat untuk menyimpan barang-barang pribadi. Beda lagi dengan asrama cewek, mereka ada beberapa kamar yang masing-masingnya bisa diisi dua hingga empat orang. Masing-masing asrama dilengkapi dengan dua kamar mandi.
Jangan lupa sholat berjamaah.

Seusai sholat Maghrib, perut pun menyampaikan keluh kesahnya dan mulai berisik. Seketika saya paham, perut sedang memberi kode bahwa dia butuh nutrisi. Saya langsung menuju kantin supaya perut tidak lagi berontak.
Esok pagi usai sarapan, lonceng berbunyi. Kami semua berkumpul di ruang kelas. Pertemuan pertama Andri memperkenalkan dirinya. Dari perkenalan tersebut diketahui bahwa Andri adalah lulusan UIN Jakarta jurusan Hubungan Internasioanal dan mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pasca sarjana di Utrecht University jurusan Sustainable Development lewat program beasiswa LPDP dari Kemenkeu. Ia mengakui bahwa ia tidak memiliki latar belakang pendidikan bahasa Inggris, namun begitu ia punya banyak pengalaman di bidang kesusasteraan Inggris. Ia pernah bekerja di Wall Street English (sebuah lembaga Kursus bahasa Inggris terbesar di dunia) dan tentu saja pengalaman hidupnya di Eropa selama perkuliahan.
Ketika ia kembali ke Indonesia dalam rangka penelitian untuk tesisnya ia merasakan perbedaan antara anak-anak Indonesia dengan anak-anak dari banyak negara maju yang telah dia kunjungi. ia prihatin banyaknya anak Indonesia yang putus sekolah serta  ketidaksetaraan pendidikan dan kesempatan yang dialami anak-anak Indonesia. Berbekal hal tersebut ia merasa terpanggil dan termotivasi untuk ikut serta mendidik anak-anak Indonesia menjadi pribadi yang bermanfaat. Di sisi lain ia juga memiliki semangat yang tinggi dalam mengajar.
Wajib hukumnya refreshing di akhir pekan

Ia pun menjelaskan bahwa sekolahnya telah berdiri pada akhir April dan sudah meluluskan tiga batch siswa hingga Juli 2018.  "Rata rata tiap batch  berisi dua puluh hingga dua puluh lima peserta, dan kalian adalah batch ke IV," terangnya kepada kami.
Begitulah sesi awal berlangsung, sangat santai. Terkadang Andri menyisipkan beberapa lelucon yang diucapkannya dalam berbagai logat bahasa seperti logat India, Melayu, dan tentunya logat bahasa daerahnya; Silomak.  Terbukti cara ini sangat ampuh untuk mencairkan kebekuan diantara peserta lain. Cara ini yang juga sering ia gunakan kala mengajar.
Andri juga memperkenalkan personel-personel yang membantunya dalam mengembangkan sekolah ini. Yaitu teman-teman karibnya ketika di Eropa yang menjadi konsultan. Ia juga perkenalkan Rama, Ganda dan Nirwan dan Eji,  yang ikut membantunya dalam program pengajaran sehari-hari. Rama dan Ganda adalah alumni batch I dan batch III.
Tibalah saat perkenalan bagi masing-masing peserta. Kami diminta untuk memperkenalkan nama, asal dan sesuatu yang unik dari diri masing-masing. Dari sini terkuaklah bermacam keunikan peserta, mulai dari yang mainstream seperti bernyanyi, dan olahraga, hingga aneh seperti banyak makan tapi tak kunjung gemuk dan sedikit makan tapi tak kunjung kurus. Ada juga yang kemana-mana suka memakai jumper, ada yang suka bernyanyi dengan suara random ditengah malam, ada yang suka musik hip hop bahkan ada yang hobi merakit robot.
Kami berjumlah 19 peserta. Latar belakang peserta beragam, mulai dari yang baru lulus SMA, yang masih kuliah, yang baru saja lulus kuliah, hingga jobseeker seperti saya, hahaha….
Ada yang berkuliah di Padang, Pekanbaru, dan ada juga yang berkuliah di Bekasi. Mayoritas berasal dari berbagai daerah di Sumatera Barat seperti Padang, Padang panjang, Agam, dan Payakumbuh. Ada juga dari Pekanbaru dan Batam.
Setelah sesi perkenalan usai, tibalah saatnya untuk belajar. Andri menjelaskan bahwa di hari pertama kami belum masuk kepada materi pelajaran. Hari pertama merupakan pretest berupa pengerjaan soal TOEFL yang akan menjadi dasar bagi Andri untuk menilai sejauh mana kemampuan bahasa Inggris yang dimiliki peserta. Menurutnya hal ini penting dilakukan agar ia bisa mengetahui dan merumuskan strategi pembelajaran yang pas.
Dari hasil pretest TOEFL itu juga Andri membagi kami dalam empat kelompok belajar. Saya tergabung dalam Kelompok Cambridge bersama Sandi, Indy, Helen dan Diana. Adapun kelompok lain adalah Harvard yang terdiri dari Alfi, Aidil, Ade, Imel dan Wulan. Kemudian Jeri, Wildan, Kiki, Ayu dan Dian tergabung dalam Kelompok Oxford. Terakhir ada Adil, Farans, Rezy dan Lathifah dalam kelompok Columbia.
Cambridge's Squad

Kemudian setelah itu barulah masuk kepada materi inti berupa Grammar dan Structure Class, Listening Class dan Speaking Class, setiap pagi akan ada Memorizing Class dan malamnya ada Informal Section. Kelas akan berlangsung mulai hari Senin hingga Jumat selama sebulan penuh. 
Grammar dan  Structure Class berupa kelas pada umumnya, ada diskusi, ceramah dan penyampaian materi. Bedanya dengan kelas pada umumnya, Andri akan memancing terlebih dahulu apa yang peserta ketahui tentang materi yang akan dipelajari, setelah itu barulah ia sampaikan inti dari pelajaran tersebut menggunakan metode dan cara unik tersendiri yang ia temukan. Metode dan cara yang ia temukan itu sangat-sangat membantu bagi saya yang selama ini kesusahan dalam mempelajari struktur bahasa Inggris, terutama penggunaan tenses. Saya tak dapat mengungkapkannya dengan kata-kata bagaimana akhirnya saya dapat memahami dengan cepat dan mudah tentang penggunaan tenses tersebut.
Pada Listening Class peserta akan diperdengarkan sebuah teks dalam bahasa inggris, peserta diminta untuk menulis apa yang didengarnya untuk kemudian dikoreksi berapa banyak kesalahannya. Setelah ditulis peserta kemudian diminta untuk mengucapkan kembali apa yang ditulis sambil merekamnya untuk besoknya di-review. Saya akui cara ini sangat ampuh untuk meningkatkan skill listening bahasa inggris. Logikanya, kenapa kita selalu kesulitan mempelajari bahasa inggris? Hal itu karena kita tidak membiasakan sejak kecil untuk mendengar dan mengucapkan kosa kata dalam bahasa Inggris sebagaimana kita terbiasa mendengar dan mengucapkan kosa kata dalam bahasa Indonesia.
Terciduk...! Lagi serius rekaman.
Kemudian dalam Speaking Class  kita akan ‘dipaksa’ untuk berbicara dalam bahasa Inggris lewat berbagai simulasi game, role play dan debat dalam bahasa Inggris. Game yang sering dimainkan adalah menjelaskan definisi sebuah kata dalam bahasa Inggris untuk kemudian ditebak oleh peserta lain. Cara ini juga terbukti ampuh untuk memaksa dan memancing kemampuan bahasa Inggris kita untuk keluar, tidak peduli apakah secara grammar betul atau tidak yang penting Everybody can speak English.
Memorizing Class  adalah kelas yang dilaksanakan di pagi hari untuk menghapal dan mengetahui berbagai ungkapan atau  expression  yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Terkadang juga diselingi dengan diskusi ringan, tentunya dalam bahasa Inggris. Sedangkan Informal Section kelas yang dilaksanakan sehabis Isya hingga pukul sepuluh malam dimana setiap peserta bebas mau beraktivitas apa saja asalkan dilakukan secara bersama sama di ruangan kelas, tentunya yang berhubungan dengan bahasa inggris.
Hal yang paling berkesan bagi saya adalah Andri selalu punya cara tersendiri untuk memotivasi kami. Ketika kami selalu salah dalam menjawab soal TOEFL sehingga merasa frustasi ia menceritakan perjuangan bagaimana ia dulunya belajar bahasa Inggris, ia lantas memutar sebuah lagu yang ia sebut dengan Lagu wajib Harau Valley English School, yaitu The Climb dari Milley Cyrus. Memang lirik lagunya berisi tentang proses perjuangan yang sangat berat.
Sedangkan hal yang spesial menurut saya di Harau Valley English School adalah ketika kami memiliki kesempatan untuk mempraktekan langsung kemampuan bahasa inggris kami dengan turis yang sengaja mendatangi sekolah karena kekepoan mereka sendiri. Ini adalah momen langka yang harus dimanfaatkan, walaupun begitu tetap saja ada beberapa peserta yang masih malu untuk berbincang dengan native speaker tersebut. 
Foto bareng Andi, seorang turis dari Inggris. Foto ini diambil setelah kami 'menginterogasi' beliau dengan pertanyaan-pertanyaan mainstream.

Di luar jam pelajaran suasana kekeluargaan tercipta antara sesama peserta, Andri dan semua personel yang mengurus Harau Valley English School. Sebab Andri berulang kali menegaskan bahwa ia tidak mau dipanggil dengan sebutan Pak, atau Guru. Menurutnya jika ia dipanggil seperti itu maka akan tercipta suatu sekat atau batasan yang membuat peserta merasa segan dan takut berbaur dengannya. Padahal berdasarkan pengalaman ia kuliah di luar negeri kunci dari ilmu itu bisa mengalir adalah adanya keleluasaan siswa dalam mengutarakan pendapat dan mengkritik gagasan yang disampaikan gurunya tanpa rasa takut dan canggung. Hal ini juga yang menurutnya perlu diubah pada sistem pendidikan di Indonesia.
Dan output yang kami dapat adalah meningkatnya kemampuan bahasa Inggris seluruh peserta. Hal ini terbukti dari meningkatnya skor TOEFL semua peserta jika dibandingkan skor ketika pertama kali pretest dan skor ketika test terakhir. Kenaikan skornya sangat signifikan mulai dari dua puluh hingga seratus. Jika dirasa waktu sebulan tidak cukup kamu bisa menambah masa belajar selama sebulan lagi atau dua bulan lagi. 
Bukan hanya kemampuan berbahasa Inggris saja yang meningkat, saya juga mendapatkan pencerahan baru tentang bagaimana dunia ini bekerja,  pola pandang dan kehidupan masyarakat Eropa saat Memorizing Class lewat berbagai diskusi yang kami lakukan. Kemudian yang paling berharga dan sangat tak ternilai adalah mendapatkan relasi dan teman baru.

Tentu saja terkadang muncul rasa jenuh dan stres saat belajar, maka untuk menghilangkannya kami menikmati akhir pekan dengan berwisata ke Lembah Harau dan destinasi wisata lainnya di sekitar Lembah Harau. Pengalaman tersebut akan saya ceritakan pada tulisan berikutnya.

And these are some of many moments that we have together...


Refreshing di Taram

Perayaan kemerdekaan Republik Indonesia

Bersama Ibu kantin yang selalu siaga jika perut mulai berontak...

cieee lulus ni yeee...

Rebutan kentang bakar di malam perpisahan

Refreshing wajib hukumnya.

Salah satu lomba dalam perayaan Kemerdekaan; nyari koin dalam tepung. Nyari duit gini amat yak...


Ga temakan la itu kerupuk kelen >-<

The gentlements


Can you find something weird on this photo?

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com