Selasa, 05 Januari 2016

Molen Arab, Upaya Bertahan dikrisis Ekonomi yang Melanda

Berwirausaha tidaklah mudah, banyak cobaan yang akan menghadang dalam meraih kesuksesan. Begitu juga dengan Syaiful Burhan, sejak usahanya dirintis ia sering merekrut dan merumahkan kembali karyawannya karena tak sanggup menutupi biaya produksi.
            Diminggu pertama produksi ia sempat menyerah, padahal saat itu usaha molen arab yang dilakoninya tengah berkembang pesat dan direspons baik  oleh pasar. Ia merasa tak sanggup untuk melanjutkan usaha tersebut di tengah kesibukan kuliahnya. Burhan yang tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian USU ini memiliki jadwal kuliah yang padat, tiap hari kuliah dari pagi hingga siang kemudian sore hingga malamnya ia harus ikut praktikum di laboratorium.

            Kepadatan jadwal kuliah tersebut memaksanya hanya tidur dua jam perhari. Pulang kuliah ia harus memproduksi molen kembali karena jika ia tak melanjutkan produksi maka uang kontrakan yang ia jadikan modal tak akan kembali. “Nanti saya bakal tinggal dimana?” tanyanya.
Pria kelahiran Pemalang, Jawa Tengah ini coba konsultasi dengan teman sekamarnya yang juga punya usaha. Ia teringat kata-kata temannya yang terus menyemangati Burhan untuk melanjutkan usaha tersebut.
              “Jangan nyerah jadi pengusaha itu memang keras, jalani aja dulu tiga bulan pertama, walaupun berdarah-darah dan harus ngesot jika menghasilkan profit maka lanjutkan aja, gini aja nyerah lemah kali pun,” begitu kata Burhan coba meniru ucapan temannya.
            Berbekal motivasi tersebut ia pun mengajak tiga orang temannya untuk ikut membantunya dalam memproduksi molen, “Awalnya mereka saya gaji Rp 600 ribu, kerja dari jam tiga hingga enam pagi,” kisahnya.
            Selama sebulan pertama ia terus berjualan di kampusnya sendiri, barulah tiga bulan pertama ada beberapa orang yang menawarkan diri untuk menjadi reseller di tiga fakultas di USU.
            Sejak itu ia mulai berpikir bahwa usahanya ini bisa dikembangkan, ia yang pertama kali memulai dengan modal sendiri mulai mencari modal pinjaman dari teman-temannya untuk menyewa sebuah rumah toko. Hal ini dilakukannya dalam rangka meningkatkan jumlah produksi sehingga ia bisa mengembangkan pasar hingga ke seluruh fakultas di USU dan beberapa kampus di Medan.
            Seiring waktu kondisi penjualan molen tak selalu untung, kadang ia pernah rugi karena perubahan pasar yang tak bisa diprediksi. Kejadian seperti penjualan yang anjlok sedangkan kebutuhan tinggi sering kali terjadi, ia pernah merekrut banyak orang namun ternyata penjualan tak signifikan dan tak bisa menghasilkan untung. Bahkan disaat tersebut bisa dibilang minus, padahal ia harus membayar gaji karyawannya, “Pada akhirnya kita kurangi lagi jumlah karyawan,” ungkapnya.

            Pernah ia merekrut hingga lima belas orang karyawan disaat permintaan pasar tinggi namun di akhir bulan malah tak ada untung karena angka penjualan yang tidak mencapai target. Maka dari itu ia belajar untuk tidak segera merekrut banyak orang, di saat krisis seperti ini ia merasa cukup dengan lima orang karyawan yang bekerja padamya. “Karena kondisi saat ini sedang hancur-hancuran,” jelasnya.
            Ia mengaku tren rupiah yang terus turun dan harga bahan bakar yang naik di awal tahun 2015 lalu berdampak besar pada usahanya. Ia mengaku penjualan turun drastis dan omzet yang biasanya bisa hingga ratusan juta turun jadi hanya puluhan juta, “Jujur aja kami sekarang lagi berupaya untuk bertahan,” aku anak pertama dari enam bersaudara ini.
            Waktu itu ia terpaksa mengurangi karyawan besar-besaran, berinovasi dengan mencari distributor barang mentah yang lebih murah untuk menekan biaya produksi. Hingga menurunkan jumlah produksi molen yang dulunya seribu hingga dua ribu perhari jadi hanya enam ratus hingga tujuh ratus perhari. Hal itu terus terjadi hingga sekarang. 
            Namun menurutnya kondisi seperti ini wajar karena menurutnya pemerintah sekarang sedang berfokus pada perbaikan infrastruktur, ia menambahkan jika nanti infrastruktur sudah terselesaikan maka perlahan kekuatan ekonomi akan kembali normal, “Perlahan rupiah kita akan kembali kuat dan daya beli juga akan naik,” terangnya.
            Ia memahami bahwa bukan dia saja pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang mengalami hal serupa, menurutnya semua pelaku  UKM saat ini tengah menerapkan strategi yang sama dengannya yaitu bertahan di tengah krisis ekonomi.


Rencana untuk Membuka Gerai Toko Sendiri dan Tawaran Franchise
Perkembangan usaha Molen Arabnya terus ia upayakan hingga menjadi salah satu oleh-oleh khas dari Medan.  Keberhasilannya mendapatkan penghargaan Wira Usaha Mandiri dan Teknopreneurcamp pada 2013 dan 2014 lalu berdampak positif pada branding Molen Arab.
Seringkali ia mendapat permintaan dari orang-orang luar kota Medan bahkan luar provinsi yang ingin mencicipi molen buatannya. Burhan bilang ada pelanggan yang datang dari luar Medan mulai membidik Molen Arab sebagai oleh-oleh untuk keluarganya.
Hal itu disadarinya ketika ia sedang browsing internet, ia menemukan sebuah blog yang menceritakan kesulitannya menemukan toko yang menjual Molen Arab, dalam blog itu tertulis si penulis sudah mencoba semua kuliner yang ada di Medan kecuali Molen Arab karena susah ditemukan toko yang menjualnya. “Terpaksa pulang dengan tangan kosong padahal penasaran dengan Molen Arab,” begitu ia kutip dari blog yang ia baca
Tak hanya itu, Burhan dan karyawannya pernah kedatangan orang-orang dari Jakarta, dan daerah lain di Indonesia pada tengah malam. Saat itu ia dan karyawannya tengah beristirahat dan sudah selesai proses produksi, tiba-tiba mereka datang memohon untuk dibuatkan Molen Arab sebagai oleh-oleh nantinya, sebab besoknya mereka sudah akan terbang menuju daerah asal masing-masing. Tak mau mengecewakan pelanggan akhirnya Burhan dan karyawannya dengan senang hati membuatkan.

Salah seorang karyawan Burhan, Tama membenarkan hal tersebut, ia mengaku saat mereka sedang menikmati waktu istirahat di tengah malam sering kali datang orang-orang yang ingin membeli Molen Arab untuk dijadikan oleh-oleh, “Kebanyakan mereka adalah orang-orang luar daerah.” Jelasnya.
Pria yang besar di Jayapura ini juga pernah menerima permintaan tiga ratus molen untuk sebuah acara yang diselenggarakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta sebagai salah satu cemilan di acara tersebut. Permintaan mendadak tersebut akhirnya ia terima walaupun awalnya ia sempat ragu apakah bisa tercukupi atau tidak. “Untungnya bisa tercukupi permintaan tersebut,” kenangnya.
Melihat perkembangan tersebut ia kemudian berencana untuk membuat gerai toko pusat penjualan Molen Arab agar pelanggaan yang penasaran tidak lagi susah mencari molen buatannya. Sekarang ia sedang memikirkan konsepnya, ia menargetkan di Maret tahun depan sudah mulai bisa terlaksana. “Kita ingin memposisikan diri sebagai salah satu ikon oleh-oleh khas kota Medan.
            Seakan gayung bersambut hingga kini banyak yang tertarik untuk menawarkan sistem franchise untuk penjualan Molen Arab. Terhitung semenjak 2014 sudah ada 63 lebih investor dari Jakarta, Kalimantan dan kota-kota besar di Indonesia yang menawarkan diri untuk bekerja sama dalam bisnis ini.
Namun begitu pria yang juga tergabung dalam HIPMI ini mengaku belum siap untuk memulai konsep franchise tersebut. Ia beralasan Molen Arab masih dalam tahap rintisan dan belum menemukan bentuk pasnya sehingga ia takut jika nanti terlanjur dibentuk franchise akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Terpaksa saya tolak dulu untuk sementara,” ungkapnya.
“Kita belum sanggup dan belum siap dari segala hal seperti sumber daya manusia, peralatan, dana, konsep dan sistem, karena waktu itu kita masih kecil, paling tidak butuh waktu lima tahun dulu untuk mengembangkan menjadi franchise” tambahnya.

Modal Nekat dan Mental Keras dalam Berwirausaha         
            Burhan menyampaikan modal utama dalam berwirausaha adalah keberanian dan kemauan. Menurutnya yang paling utama adalah mau dulu untuk berusaha dan berani beraksi. Karena menurutnya banyak pebisnis yang mau berusaha namun tak berani menjalankan usaha tersebut.
            “Jangan terlalu banyak mikir, kalau mau bisnis yang langsung aja, nanti kalau terlalu banyak mikir ya gak jadi-jadi,” terangnya.
Burhan bilang untuk tahap pertama dalam memulai usaha harus nekat, namun nekatnya harus ada strategi supaya nanti tidak rugi besar. Nekat yang ada perhitungannya! Ia akui pendidikan mandiri dari orang tuanya sedari kecil membuatnya memiliki kenekatan dan punya mental yang kuat agar tidak mudah putus asa. “Yang penting dia mau berani dan punya pengalaman, dari pengalaman itulah bisa disimpulkan akan lanjut atau tidak,” tambahnya.
Tahap selanjutnya adalah terus berinovasi, bukan hanya berinovasi pada produk saja tapi juga meliputi semua aspek seperti cara pemasaran. Pengusaha juga harus punya kesabaran karena usaha itu terus naik-turun. Jika usaha naik kita bisa terlena dan bisa berakibat buruk pada hasil berikutnya. Maka dari itu kesabaran diperlukan agar tidak mudah terlena ketika di atas dan tidak mudah berputus asa jika usaha sedang turun.
Kemudian lingkungan juga berpengaruh pada kesuksesan, pengusaha sukses itu berteman dengan pengusaha lain. Manfaat pertemanan ini adalah mencari solusi permasalahan kita karena solusi itu tak akan muncul sendiri, oleh karenanya jika usaha sedang anjlok maka kita bisa berbagi cerita dan berdiskusi mencari solusinya. 

Burhan juga berpendapat kedekatan personal dengan karyawan menjadi kunci penting dalam kesuksesan seseoran berusaha. Ia kerap memotivasi karyawannya untuk bekerja dengan baik serta menjaga disiplin kerja.

*Tulisan ini terbit di Medan Bisnis edisi Minggu 6 Desember 2015

0 komentar:

Posting Komentar

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com