Berwirausaha
tidaklah mudah, banyak cobaan yang akan menghadang dalam meraih kesuksesan.
Begitu juga dengan Syaiful Burhan, sejak usahanya dirintis ia sering merekrut
dan merumahkan kembali karyawannya karena tak sanggup menutupi biaya produksi.
Diminggu pertama produksi ia sempat
menyerah, padahal saat itu usaha molen arab yang dilakoninya tengah berkembang
pesat dan direspons baik oleh pasar. Ia
merasa tak sanggup untuk melanjutkan usaha tersebut di tengah kesibukan
kuliahnya. Burhan yang tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian USU ini memiliki jadwal kuliah yang padat, tiap hari kuliah
dari pagi hingga siang kemudian sore hingga malamnya ia harus ikut praktikum di
laboratorium.
Kepadatan jadwal kuliah tersebut
memaksanya hanya tidur dua jam perhari. Pulang kuliah ia harus memproduksi
molen kembali karena jika ia tak melanjutkan produksi maka uang kontrakan yang
ia jadikan modal tak akan kembali. “Nanti saya bakal tinggal dimana?” tanyanya.
Pria kelahiran Pemalang, Jawa Tengah ini coba
konsultasi dengan teman sekamarnya yang juga punya usaha. Ia teringat kata-kata
temannya yang terus menyemangati Burhan untuk melanjutkan usaha tersebut.
“Jangan nyerah jadi pengusaha
itu memang keras, jalani aja dulu tiga bulan pertama, walaupun berdarah-darah
dan harus ngesot jika menghasilkan
profit maka lanjutkan aja, gini aja nyerah lemah kali pun,” begitu
kata Burhan coba meniru ucapan temannya.
Berbekal motivasi tersebut ia pun
mengajak tiga orang temannya untuk ikut membantunya dalam memproduksi molen,
“Awalnya mereka saya gaji Rp 600 ribu, kerja dari jam tiga hingga enam pagi,”
kisahnya.
Selama sebulan pertama ia terus
berjualan di kampusnya sendiri, barulah tiga bulan pertama ada beberapa orang
yang menawarkan diri untuk menjadi reseller
di tiga fakultas di USU.
Sejak itu ia mulai berpikir bahwa
usahanya ini bisa dikembangkan, ia yang pertama kali memulai dengan modal
sendiri mulai mencari modal pinjaman dari teman-temannya untuk menyewa sebuah
rumah toko. Hal ini dilakukannya dalam rangka meningkatkan jumlah produksi
sehingga ia bisa mengembangkan pasar hingga ke seluruh fakultas di USU dan
beberapa kampus di Medan.
Seiring waktu kondisi penjualan
molen tak selalu untung, kadang ia pernah rugi karena perubahan pasar yang tak
bisa diprediksi. Kejadian seperti penjualan yang anjlok sedangkan kebutuhan
tinggi sering kali terjadi, ia pernah merekrut banyak orang namun ternyata
penjualan tak signifikan dan tak bisa menghasilkan untung. Bahkan disaat
tersebut bisa dibilang minus, padahal ia harus membayar gaji karyawannya, “Pada
akhirnya kita kurangi lagi jumlah karyawan,” ungkapnya.
Pernah ia merekrut hingga lima belas
orang karyawan disaat permintaan pasar tinggi namun di akhir bulan malah tak ada
untung karena angka penjualan yang tidak mencapai target. Maka dari itu ia
belajar untuk tidak segera merekrut banyak orang, di saat krisis seperti ini ia
merasa cukup dengan lima orang karyawan yang bekerja padamya. “Karena kondisi
saat ini sedang hancur-hancuran,” jelasnya.
Ia mengaku tren rupiah yang terus
turun dan harga bahan bakar yang naik di awal tahun 2015 lalu berdampak besar
pada usahanya. Ia mengaku penjualan turun drastis dan omzet yang biasanya bisa hingga
ratusan juta turun jadi hanya puluhan juta, “Jujur aja kami sekarang lagi
berupaya untuk bertahan,” aku anak pertama dari enam bersaudara ini.
Waktu itu ia terpaksa mengurangi
karyawan besar-besaran, berinovasi dengan mencari distributor barang mentah
yang lebih murah untuk menekan biaya produksi. Hingga menurunkan jumlah
produksi molen yang dulunya seribu hingga dua ribu perhari jadi hanya enam
ratus hingga tujuh ratus perhari. Hal itu terus terjadi hingga sekarang.
Namun menurutnya kondisi seperti ini
wajar karena menurutnya pemerintah sekarang sedang berfokus pada perbaikan
infrastruktur, ia menambahkan jika nanti infrastruktur sudah terselesaikan maka
perlahan kekuatan ekonomi akan kembali normal, “Perlahan rupiah kita akan
kembali kuat dan daya beli juga akan naik,” terangnya.
Ia memahami bahwa bukan dia saja
pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang mengalami hal serupa, menurutnya semua
pelaku UKM saat ini tengah menerapkan
strategi yang sama dengannya yaitu bertahan di tengah krisis ekonomi.
Rencana
untuk Membuka Gerai Toko Sendiri dan Tawaran Franchise
Perkembangan usaha Molen Arabnya terus ia
upayakan hingga menjadi salah satu oleh-oleh khas dari Medan. Keberhasilannya mendapatkan penghargaan Wira
Usaha Mandiri dan Teknopreneurcamp pada 2013 dan 2014 lalu berdampak positif
pada branding Molen Arab.
Seringkali ia mendapat permintaan dari
orang-orang luar kota Medan bahkan luar provinsi yang ingin mencicipi molen
buatannya. Burhan bilang ada pelanggan yang datang dari luar Medan mulai
membidik Molen Arab sebagai oleh-oleh untuk keluarganya.
Hal itu disadarinya ketika ia sedang browsing internet, ia menemukan sebuah
blog yang menceritakan kesulitannya menemukan toko yang menjual Molen Arab,
dalam blog itu tertulis si penulis sudah mencoba semua kuliner yang ada di
Medan kecuali Molen Arab karena susah ditemukan toko yang menjualnya. “Terpaksa
pulang dengan tangan kosong padahal penasaran dengan Molen Arab,” begitu ia
kutip dari blog yang ia baca
Tak hanya itu, Burhan dan karyawannya pernah
kedatangan orang-orang dari Jakarta, dan daerah lain di Indonesia pada tengah malam.
Saat itu ia dan karyawannya tengah beristirahat dan sudah selesai proses
produksi, tiba-tiba mereka datang memohon untuk dibuatkan Molen Arab sebagai
oleh-oleh nantinya, sebab besoknya mereka sudah akan terbang menuju daerah asal
masing-masing. Tak mau mengecewakan pelanggan akhirnya Burhan dan karyawannya
dengan senang hati membuatkan.
Salah seorang karyawan Burhan, Tama
membenarkan hal tersebut, ia mengaku saat mereka sedang menikmati waktu
istirahat di tengah malam sering kali datang orang-orang yang ingin membeli
Molen Arab untuk dijadikan oleh-oleh, “Kebanyakan mereka adalah orang-orang
luar daerah.” Jelasnya.
Pria yang besar di Jayapura ini juga pernah
menerima permintaan tiga ratus molen untuk sebuah acara yang diselenggarakan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di Jakarta sebagai salah satu cemilan di
acara tersebut. Permintaan mendadak tersebut akhirnya ia terima walaupun
awalnya ia sempat ragu apakah bisa tercukupi atau tidak. “Untungnya bisa
tercukupi permintaan tersebut,” kenangnya.
Melihat perkembangan tersebut ia kemudian berencana
untuk membuat gerai toko pusat penjualan Molen Arab agar pelanggaan yang
penasaran tidak lagi susah mencari molen buatannya. Sekarang ia sedang
memikirkan konsepnya, ia menargetkan di Maret tahun depan sudah mulai bisa
terlaksana. “Kita ingin memposisikan diri sebagai salah satu ikon oleh-oleh
khas kota Medan.
Seakan
gayung bersambut hingga kini banyak yang tertarik untuk menawarkan sistem franchise untuk penjualan Molen Arab.
Terhitung semenjak 2014 sudah ada 63 lebih investor dari Jakarta, Kalimantan
dan kota-kota besar di Indonesia yang menawarkan diri untuk bekerja sama dalam
bisnis ini.
Namun begitu pria yang juga tergabung dalam
HIPMI ini mengaku belum siap untuk memulai konsep franchise tersebut. Ia beralasan Molen Arab masih dalam tahap
rintisan dan belum menemukan bentuk pasnya sehingga ia takut jika nanti
terlanjur dibentuk franchise akan
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. “Terpaksa saya tolak dulu untuk
sementara,” ungkapnya.
“Kita belum sanggup dan belum siap dari
segala hal seperti sumber daya manusia, peralatan, dana, konsep dan sistem,
karena waktu itu kita masih kecil, paling tidak butuh waktu lima tahun dulu
untuk mengembangkan menjadi franchise”
tambahnya.
Modal Nekat
dan Mental Keras dalam Berwirausaha
Burhan menyampaikan modal utama
dalam berwirausaha adalah keberanian dan kemauan. Menurutnya yang paling utama
adalah mau dulu untuk berusaha dan berani beraksi. Karena menurutnya banyak
pebisnis yang mau berusaha namun tak berani menjalankan usaha tersebut.
“Jangan terlalu banyak mikir, kalau
mau bisnis yang langsung aja, nanti kalau terlalu banyak mikir ya gak
jadi-jadi,” terangnya.
Burhan bilang untuk tahap pertama dalam
memulai usaha harus nekat, namun nekatnya harus ada strategi supaya nanti tidak
rugi besar. Nekat yang ada perhitungannya! Ia akui pendidikan mandiri dari
orang tuanya sedari kecil membuatnya memiliki kenekatan dan punya mental yang
kuat agar tidak mudah putus asa. “Yang penting dia mau berani dan punya
pengalaman, dari pengalaman itulah bisa disimpulkan akan lanjut atau tidak,”
tambahnya.
Tahap selanjutnya adalah terus berinovasi,
bukan hanya berinovasi pada produk saja tapi juga meliputi semua aspek seperti
cara pemasaran. Pengusaha juga harus punya kesabaran karena usaha itu terus
naik-turun. Jika usaha naik kita bisa terlena dan bisa berakibat buruk pada
hasil berikutnya. Maka dari itu kesabaran diperlukan agar tidak mudah terlena
ketika di atas dan tidak mudah berputus asa jika usaha sedang turun.
Kemudian lingkungan juga berpengaruh pada
kesuksesan, pengusaha sukses itu berteman dengan pengusaha lain. Manfaat
pertemanan ini adalah mencari solusi permasalahan kita karena solusi itu tak
akan muncul sendiri, oleh karenanya jika usaha sedang anjlok maka kita bisa
berbagi cerita dan berdiskusi mencari solusinya.
Burhan juga berpendapat kedekatan personal
dengan karyawan menjadi kunci penting dalam kesuksesan seseoran berusaha. Ia
kerap memotivasi karyawannya untuk bekerja dengan baik serta menjaga disiplin
kerja.
*Tulisan ini terbit di Medan Bisnis edisi Minggu 6 Desember 2015
*Tulisan ini terbit di Medan Bisnis edisi Minggu 6 Desember 2015
0 komentar:
Posting Komentar